Monday, 11 May 2015

Biarkan Lautan Bernyanyi (Let The Ocean Sing)

Sangat drama dan sungguh Disney. Namun itulah yang terjadi antara saya dan Denzel. Jika Mustapha  pernah menanyakan tentang dimanakah muara Sungai Belo yang mengalir di desaku dan setiap hubungan harus memiliki sebuah ending entah itu kebahagiaan atau kesedihan namun ketika berkomunikasi intens dengan Denzel, muara sungai yang ditanyakan oleh Mustapha telah dibuat indah oleh Denzel. Muara sungai itu selalu bersamaku dan laut telah mengembangkan sayap-sayap gelombangnya untukku. Deburan ombaknya bagaikan lagu pembasuh luka-luka yang ada dihatiku. Butiran pasirnya bak mimpi-mimpi dan harapan kami. Awan-awan yang berarak itu bak partitur karya-karya terbaik Debussy, Bach, Schubert maupun Brahms. Pantai akan selalu menjadi milik kami. Hanya kami berdua.
- Leah Moeed, Biarkan Lautan Bernyanyi (Let The Ocean Sing) h. 256 


Masa kecil Annemarie banyak dilalui dengan radio ayahnya. Keluarga, pendidikan, dan pengalamannya membawanya pada cinta seorang pria bernama Mustapha. Perjalanan hidup yang tidak hanya berisi kebahagiaan, senyum, dan tawa terus dijalaninya dengan kepala tegak ala sebuah tarian, keindahan ala sebuah lagu, dan sportifitas ala pertandingan sepak bola. Tontonan yang digemarinya.

Drama pencarian cinta yang dilalui Annemarie bersama dengan seorang pria mantan host sebuah kontes kecantikan dari Kanada harus diakhiri. Annemarie memilih untuk menjadi anggota sebuah biro jodoh Islamy internasional yang berpusat di London, Inggris dan seorang pria yang saat ini tinggal di Manchester itulah jawabannya. Jawaban untuknya dan juga untuk sakit yang diderita oleh ibunya dengan pola makan sesuai golongan darah yang juga disarankan oleh pria tersebut.

Jika melihat bahwa pada umumnya karya pertama seorang penulis adalah tentang ‘Aku’ diri penulis maka selayaknya novel ini adalah sebagai karya pertama seorang Leah Moeed meski terbit kedua pada tahun 2015 ini setelah sebelumnya Mawar-Mawar Violet terbit pada tahun 2014. Namun sudah menjadi pilihan penulis bahwa novel LTOS ini yang menjadi novel keduanya.
Bagaimana tentang desa tempat tinggal penulis digambarkan disini dan juga tentang kota Yogyakarta. Sosok antagonis Ibu Maisa seakan anti klimaks karena Sri Annemarie akhirnya memutuskan untuk masuk asrama sekaligus pesantren yang diselenggarakan oleh universitas tempat ia belajar atas ajakan Bea, teman kuliahnya. Jika ia masih mau menjalani profesi sebagai seorang guru taman kanak-kanak, bisa jadi konflik akan meruncing karena sosok seolah-olah pengganti Ibu Maisa yaitu Ilma Paquita yang adalah seorang mualaf memiliki posisi yang juga kuat setelah ia menikah dengan Paman Mustapha. Apalagi benih persaingan telah ditanamkan oleh Ibu Maisa meski menjelang akhir masa hidupnya Ibu Maisa telah akur dengan Annemarie.

Para peserta pesantren sekaligus asrama mahasiswa digambarkan terlalu singkat oleh penulis dalam Bab 17 yang berjudul Hitam, Putih, dan Abu-Abu. Ada 18 mahasiswa di asrama tersebut yaitu Maryam sebagai kepala desa atau ketua asrama yang tegas dan keras meski kepada dirinya sendiri, Sabrina bagian keamanan yang adalah keturunan Arab, Taliyah yang memiliki badan paling mungil, Sarajevani yang sering dijenguk oleh kakaknya yaitu Argentina, Marzha yang selalu berbicara menggunakan logat Thailand karena kekasihnya berasal dari sana, Oryza Sativa yang pernah mengajari bagaimana cara mengencangkan buah dada, Salsa yang jago mengaji dan sudah bawaan lahir memiliki suara mendesah, Ros kembang desa di Lampung sana dan paling up to date tentang infotainmen, Fatiha anak juragan kopi Bengkulu, Richa anak kepala desa dari Cilacap dan kental berbicara ngapak, Rheena yang manja, Ayesha si seniman, Sauyuz yang justru jago akuntansi, Titan penikmat kopi yang luar biasa, Shofa anak dari ayah yang jago menjadi mak comblang di kampungnya, Bea yang selalu berbaik sangka dengan Tuhan, dan Annemarie yang layak mendapat medali pelanggaran sekaligus medali sering menangis.

Terlalu banyak nama dan tidak selalu berperan dalam keseluruhan cerita, itu adalah kritik dari Bapak Maghfur, seorang pengamat sastra Kabupaten Batang. Namun novel ini adalah langkah kedua yang cukup bagus. Semoga bisa dinikmati atau setidaknya dapat menghibur di sela-sela hari sibuk anda.

Ending cerita suasana matahari terbenam di pantai Weleri dimana Annemarie bersama dengan kedua teman kostnya yaitu Zee dan Juliet sekaligus juga Zakiya Simic yang sengaja datang dari Yogyakarta, sambil menikmati ikan kakap asam manis dan bonus ring cumi goreng karena Zakiya juga membawa serta para guru lain sehingga memesan masakan ikan dalam jumlah banyak, benar-benar turut menggugah selera lidah.


No comments:

Post a Comment