Jadilah anak yang pandai namun tetap menurut pada nasihat orang tua. Janganlah kalian sampai mengalami peristiwa mengenaskan seperti yang dialami oleh Prana. Apa yang dialami oleh Prana?
Ceritanya seperti ini. Prana adalah anak yang rajin dan pandai di sekolahnya. Orang tuanya adalah orang yang bekerja di istana sebuah kerajaan. Rumahnya berada di dalam benteng kompleks istana. Ada satu larangan bagi mereka yang tinggal di kompleks itu yaitu setiap bulan purnama dilarang ada yang keluar rumah apalagi berada di taman istana.
“Bukankah malam purnama adalah saat yang paling indah? Anak-anak seperti Prana seharusnya diizinkan untuk bermain di taman istana. Sungguh tidak masuk akal peraturan ini. Hanya dikatakan tidak boleh namun tidak ada penjelasan apapun.” Kata Prana mengeluh kepada ibunya.
“Kalau tidak berbahaya, pasti anak-anak akan diizinkan. Lagi pula kasihan…” Kata Ibu Prana.
“Kasihan pada siapa, Bu? Justru pihak istana seharusnya kasihan kepada kami. Para anak-anak.” Kata Prana lagi.
Ibu Prana terdiam sejenak. Ia berpikir bahwa ia sudah tidak bisa membendung rasa ingin tahu anaknya. Lagi pula Prana sudah mulai besar. Mengatakan hal yang sebenarnya mudah-mudahan lebih baik.
“Tiga malam saat bulan purnama penuh, istana ini selalu kedatangan tamu. sejak dulu. Seekor binatang besar dari bulan…” Mulailah Ibu Prana bercerita.
“Binatang apa, Bu? Apakah binatang itu adalah dinosaurus?” Memang benar, Prana adalah anak dengan rasa ingin tahu yang tinggi.
“Bukan, bukan dinosaurus melainkan seekor gajah. Di bulan hanya ada tumbuhan kering sehingga ia tidak setiap saat bisa makan. Makanya ia turun ke bumi saat bulan purnama. Tiga malam itu saja adalah waktu ia makan pucuk-pucuk daun di taman istana. Tidak boleh ada yang melihat saat dia makan karena ia langsung akan ke bulan lagi dan tidak akan pernah datang lagi ke bumi. Itu artinya ia bisa mati karena tidak lagi makan daun-daunan. di bulan ia tidak memiliki makanan disana.”
Hanya itu penjelasan dari Ibu Prana dan Prana akhirnya memang tidak bisa memejamkan matanya, baru saat menjelang pagi ia bisa tidur. Ia merasa sangat penasaran dengan gajah itu. Apakah gajah itu memakai kaca penutup kepala seperti gambar para astronot di buku? Tapi bukankah gajah itu adalah gajah ajaib?
“Aku harus melihat langsung bagaimana gajah itu. Saat malam purnama aku harus mengintipnya.” Kata Prana dalam hati.
*****
Malam purnama sungguh sangat di tunggu oleh
Prana. Pada malam purnama pertama ia berhasil keluar rumah melalui
jendela kamarnya saat ibu dan ayahnya telah terlelap tidur. Mulut Prana
ternganga melihat gajah ajaib itu turun dari atas langit sana. Bermula
hanya sebuah titik yang terbang menuju taman istana dan semakin mendekat
mulai terlihat bentuk gajah itu seutuhnya. Hal yang mencengangkan
adalah gajah itu tidak memakai kaca penutup kepala. Mata Prana tidak
berkedip menyaksikan gajah itu berpindah dari pucuk daun satu ke pucuk
daun lainnya, dari pohon satu ke pohon lainnya di taman istana itu
dengan nyaris tanpa suara.
*****
Malam purnama pada bulan berikutnya adalah
malam yang sangat ditunggu-tunggu oleh Prana. Dua malam purnama pertama
Prana bersikap sangat penurut di rumahnya. Ia bahkan minta untuk tidur
bersama ayah dan ibunya. Tidak ada kecurigaan dari ayah dan ibu Prana
bahwa anaknya ingin mengintip gajah ajaib di taman istana. Pada malam
ketiga purnama Prana meminta izin kepada ayah dan ibunya untuk belajar
kelompok bersama teman-temannya di rumah salah seorang teman. Ia telah
belajar tentang kaca penutup kepala dan itu akan dijelaskan di hadapan
teman-temannya. Rumah temannya itu berlawanan dari arah jalan menuju
taman istana sehingga ayah ibu Prana tidak terlalu khawatir. Ayah dan
Ibu Prana benar-benar bangga pada Prana. Prana mencium tangan ayah
ibunya karena mengizinkan ia keluar rumah malam itu. Sambil membawa kaca
penutup kepala, Prana melangkahkan kaki keluar rumah. Awalnya terlihat
berat namun kemudian ia bergegas meninggalkan rumahnya.
Dengan berjalan memutar dan mengendap,
Prana sampai di taman istana. Gajah itu telah mulai memakan pucuk-pucuk
daun. Berdebar-debar hati Prana ketika memasangkan kaca penutup kepala
yang ia pinjam dari laboratorium sekolahnya melalui perantara guru IPA
ke kepalanya. Ia betulkan sekali lagi posisi tas di punggungnya. Tas
yang berisi buku-buku kesukaannya, mainan, dan jajanan. Ketika gajah itu
telah bersiap terbang, Prana segera keluar dari persembunyiannya. Gajah
itu sangat terkejut dan mengeluarkan suara keras. Hal yang tidak pernah
terjadi sebelumnya. Prana melompat dan tangannya hanya dapat meraih
ekor gajah ajaib tersebut. Ada suara teriakan yang melarangnya.
Keluarlah sosok guru IPA yang mengajar Prana.
“Prana, itu berbahaya! Lepaskan pegangan
tanganmu!” Namun Prana tidak peduli. Prana tetap memegang erat ekor
gajah. Ikut terbang bersama gajah ajaib ke bulan. Saat terbang itu Prana
melihat betapa ramai para ilmuwan istana di atas atap laboratorium
istana. Mereka memiliki rasa ingin tahu yang sama besar dengan yang
dimiliki oleh Prana. Hanya saja mereka menyaksikan gajah ajaib dari
bulan dengan menggunakan teropong di atas atap laboratorium istana.
Tidak mengintip dari balik benteng taman istana seperti yang dilakukan
oleh Prana.
Lalu bagaimana keadaan gajah dan Prana di
bulan? Kasihan sekali, gajah ajaib itu telah mati kelaparan. Prana
merasa menyesal sekali. Prana sudah bosan dengan mainan yang ia bawa. Ia
juga memakan jajanan yang ia bawa sedikit demi sedikit agar tidak cepat
habis dan melewatkan waktu dengan membaca buku di bawah sebuah pohon
berukuran besar namun kering. Saat malam purnama mudah-mudahan kalian
bisa melihat pohon besar yang kering itu. Dibawahnya itulah Prana sedang
membaca buku sambil sesekali menyaksikan kita yang berada di bumi.
Prana benar-benar rindu dengan kedua orang tuanya. Ia akan meminta maaf
kepada ayah dan ibunya namun ia berharap ada manusia dari bumi yang bisa
menjemputnya untuk kembali ke bumi.
Sumber: Kompasiana
No comments:
Post a Comment